Laman

Kamis, 14 April 2011

TEORI EMANASI


TEORI EMANASI




DISUSUN OLEH:
ZULFIKAR MUIS
&
SITTI ZAINAB YANLUA


UIN Alauddin Makassar Tahun ajaran 2010/2011















TEORI EMANASI


               


DAFTAR ISI


1.JUDUL
2.A.PENDAHULUAN
   B.LATAR BELAKANG
3.PEMBAHSAN
6.KESIMPULAN
7.DAFTAR PUSTAKA


A.PENDAHULUAN


                                                                       B.Latar belakang
Sesuai pembahasan kita,yakni  mencoba menguak teori Emanasi pandangan hidup yang akan didiskusikan oleh kelompok kami.Abad pertengahan salah satu tokoh penting masa ini ialah plotinus (204-270).Plotinus merupakan filsuf pertama yang mengemukakan teori penciptaan,yakni teori emanasi.Teori ini merupakan jawaban atas pertanyaan Thales delapan abad sebelumnya :” apa bahan alam semesta ini?” dan dijawab oleh plotinus :”bahannya ialah Tuhan.”Filsafat plotinus bersifat mistis.karana itu ,tujuan filsafat ,menurutnya adalah mencapai pemahann mistik.Pada masa ini,kedudukan akal tersubordinasikan  di bawah agama,iman,hati.Masa ini bisa dikatakan merupakan masa balas dendam terhadap dominasi akal yang menguasai yunani sebelumnya,yakni pada zaman sofis.Pemikiran plotinus jelas merupakan cerminan pemasungan akal .Ia mengatakan bahwa tuhan bukan untuk dipahami,melainkan untuk dirasakan.Rasa inilah yang dituntut oleh kitab suci.Karena itu,rasa merupakan pedoman hidup manusia.Filsafat rasional dan sains dianggap tidak penting.Pengembangan intelektual adalah tindakan mubazir.Cinta kepada tuhan merupakan yang terpenting . pandanagn Plotinus tersebut diperkuat oleh Saint Aselmus Karakteristi filsafat abad pertengahan terletak pada rumusan yang diajukan oleh Saint Aselmus,yaitu credo ut intelligam.Artinya,kira-kira,iman....Kita telah sampai pada pemahaman bahwa apapun yang benar bagi emanasi juga benar bagi penyerapan, dan apapun yang berpaku pada penyerapan juga berlaku pada emanasi. Kita juga telah tahu bahwa Tuhan mengetahui melalui kehadiran apa yang telah beremanasi dari Diri-Nya. Artinya, suatu wujud emanatif semisal diri, yang keluar dari Tuhan dan terserap dalam cahaya yang melimpah dari Wujud-Nya, adalah hadir di dalam Tuhan. Karena itu, Dia mengetahui diri tidak melalui semacam kehadiran identitas diri seperti Dia mengetahui Diri-Nya sendiri, melainkan dengan kehadiran supremasi-Nya atas emanasi yang melimpah sebagai tindak imanen-Nya. Dengan cara ini pulalah diri mengetahui tubuh, imajinasi, dan fantasinya melalui kehadiran dengan supremasi kausal. Jadi, suatu emanasi hadir dalam supremasi eksistensial sumbernya sendiri; dan begitu juga dengan ekuivalensi antara emanasi dan penyerapan, yang terserap hadir dalam yang menyerap, yaitu Tuhan.
Seperti telah kami tunjukkan, hanya ada satu entitas, tapi digambarkan dalam dua cara: emanasi dan penyerapan. Hal ini juga berlaku pada pengertian kehadiran. Kenyataannya, hanya ada satu disposisi kehadiran, tapi bisa digambarkan pertama-tama sebagai kehadiran dengan “pencerahan” atau “emanasi”, jika kita mau merinci jenis kehadiran yang dimiliki sumber tersebut melalui supremasinya atas wujud emanasinya. Dalam aspek ini kita katakan bahwa sebab atau sumber hadir dalam efek atau tindak imanennya dengan cara emanasi atau pencerahan. Kedua, keadaan kehadiran yang sama disebut kehadiran dengan penyerapan jika penjelasan kita mendekatinya dari arah yang sebaliknya. Kita boleh jadi berada dalam posisi untuk merinci cara penyerapan dan derajat ketergantungan serta penyerapan yang cocok dengan suatu entitas emanatif. Dalam keadaan ini kita harus mengganti ungkapan yang dipakai karena kita telah mengganti perspektifnya. Akan tetapi, kehadiran dengan pencerahan adalah yang sama dengan kehadiran yang diungkapkan sebagai kehadiran dengan penyerapan dan peleburan dalam bahasa mistik.
Setelah mengukuhkan kedua pengertian kehadiran ini, kita dengan sah bisa mengatakan bahwa diri, sebagai contoh emanasi, memiliki pengetahuan tentang Tuhan melalui kehadiran dengan penyerapan. Kita bisa, dengan alasan yang sama, mengatakan bahwa diri diketahui oleh Tuhan melalui ilmu hudhuri dalam pemikiran pencerahan. Karena keidentikan kedua pengertian kehadiran ini dalam kenyataannya, keduanya juga identik dalam serajat kehadiran proporsionalnya. Artinya, derajat kehadiran Tuhan melalui pencerahan dalam realitas diri dengan derajat kehadiran diri dalam Tuhan dengan pengertian penyerapan. Dengan demikian, pada tahap wujud partikular tersebut, Tuhan dan diri adalah identik.
Kesimpulannya, dalam kasus emanasi hanya ada satu keadaan nyata kehadiran, tapi bisa dipandang dari dua perspektif yang berbeda, dan digambarkan dengan dua ungkapan yang berbeda pula. Ia bisa dinyatakan sebagai “kehadiran dengan iluminasi”, jika yang diperhitungkan adalah kehadiran Tuhan di dalam diri sebagai emanasi-Nya; dan kehadiran Tuhan disebut “kehadiran dengan penyerapan” jika yang dibicarakan adalah hubungan diri dengan Tuhan sebagai sumber realitasnya. Tetapi, seperti telah kita pahami, rujukan obyektif dari ungkapan-ungkapan ini adalah satu entitas emanatif yang sederhana yang tak lain adalah realitas diri. Kebenaran diri karenanya adalah kesatuan kehadiran Tuhan di dalam diri dan kehadiran diri di dalam Tuhan
















C.PEMBAHASAN

D.TEORI EMANASI

E.RUMUSAN MASALAH:
   1.Pengertian teori emanasi
   2.Tentang wujud tunggal
   3.Teori emanasi menurut berbagai filosofhis
   4.Pemikiran akal tentang Tuhan
   5.Sifat Penting tentang emanasi wujud
     

Teori emanasi adalah teori pancaran tentang urutan-urutan wujud atau teori tentang keluarnya sesuatu wujud yang mungkin (alam dan makhluk) dari Zat yang wajibul wujud (Tuhan).’’ Al Farabi berpendapat bahwa segala sesuatu itu keluar/berasal dari Tuhan, karena Tuhan mengetahui zat-Nya dan mengetahui bahwa ia menjadi dasar susunan wujud yang sebaik-baiknya.’’

Tuhan berpikir tentang dirinya dan dari pemikiran ini timbul maujud lain. Karena pemikiran tuhan tentang diri-Nya merupakan daya yang dahsyat, maka daya itu dapat menciptakan sesuatu. Tuhan merupakan wujud yang pertama. Karena Tuhan berpikir tentang diri-Nya sendiri yang Esa, maka timbullah maujud kedua yang disebut akal pertama yang tidak bersifat materi. Selanjutnya, akal pertama berpikir tentang Tuhan sehingga timbul akal kedua. Akal pertama juga berpikir tentang diri-Nya sehingga terciptalah langit. Akal kedua berpikir tentang Tuhan, timbul akal ketiga, dan berpikir tentang dirinya, maka terciptalah bintang-bintang. Begitu seterusnya hingga sampai pada akal kesepuluh. Secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut.
Demikian gambaran alam dalam astronomi yang diketahui pada zaman Al Farabi. Pemikiran akal kesepuluh tentang Tuhan tidak cukup kuat untuk menghasilkan akal, juga karena tidak ada lagi planet yang yang akan diurusnya. Masing-masing akal mengurus planetnya dan akal kesepuluh ini terkadang disebut juga ‘Jibril.’
Allah Ta’ala (wujud 1)
berpikir tentang diri-Nya
Akal 1
Akal 1 (wujud 2)
berpikir tentang Tuhan
Akal 2

berpikir tentang diri-Nya
Langit
Akal 2 (wujud 3)
berpikir tentang Tuhan
Akal 3

berpikir tentang diri-Nya
Bintang-bintang
Akal 3 (wujud 4)
berpikir tentang Tuhan
Akal 4

berpikir tentang diri-Nya
Saturnus
Akal 4 (wujud 5)
berpikir tentang Tuhan
Akal 5

berpikir tentang diri-Nya
Yupiter
Akal 5 (wujud 6)
berpikir tentang Tuhan
Akal 6

berpikir tentang diri-Nya
Mars
Akal 6 (wujud 7)
berpikir tentang Tuhan
Akal 7

berpikir tentang diri-Nya
Matahari
Akal 7 (wujud 8 )
berpikir tentang Tuhan
Akal 8

berpikir tentang diri-Nya
Venus
Akal 8 (wujud 9)
berpikir tentang Tuhan
Akal 9

berpikir tentang diri-Nya
Merkurius
Akal 9 (wujud 10)
berpikir tentang Tuhan
Akal 10

berpikir tentang diri-Nya
Bulan
Akal 10 (wujud 11)
berpikir tentang Tuhan
Tidak menghasilkan akal lain

berpikir tentang diri-Nya
Bumi, api, air, udara dan tanah
Akal Mustafad
Al Farabi membagi jiwa manusia kepada tiga bagian, yaitu jiwa vegetatif yang memiliki daya makan, tumbuh dan bereproduksi, jiwa sensitif yang memiliki daya gerak, pindah dan menangkap dengan panca indera, terakhir jiwa rasional yang memiliki daya berpikir (akal). Akal terbagi menjadi 2 bagian, yaitu akal praktis (gerakan tubuh) dan akal teoritis. Akal teoritis memiliki 4 tingkatan, yaitu akal potensial (material), akal mungkin (Bakat/pengetahuan rasional I), akal aktual (pengetahuan rasional II), dan akal mustafad (akal perolehan/pengetahuan intuitif).
Akal tingkat keempat inilah yang tertinggi dan dimiliki para fisosof. Akal mustafad sudah dapat menangkap arti-arti murni yang tidak berhubungan dengan material karena akal ini sudah tidak membutuhkannya. Akal mustafad mepunyai kesanggupan berkomunikasi dengan akal kesepuluh. Ia sudah tidak mempedulikan dan membutuhkan serta telah sanggup melepaskan diri dari segala ikatan jasmani dan material. Inilah akal yang sempurna dalam jiwa manusia

Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur. (yaitu) Mata air (dalam surga) yang daripadanya hamba-hamba Allah...
Wujud murni tiada berbatas adalah hakikat segala. Dan sungguh wujud itu sempurna. Bebas dari semua kekurangan. Dan bahkan wujud adalah kesempurnaan itu sendiri. Sedang...
Kenabian sebagai Manifestasi Rahmat-Nya yang Meliputi Semesta dan lebih khusus lagi Sifat-Nya ar-Rabb (Pemelihara) dan al-Hadi (Pemberi Petunjuk) Wujud  yang satu, tunggal dan tiada terbagi. Satu-nya bukanlah satu bilangan rasional. Bukan pula bilangan nyata. Satu-nya tidak memungkinkan untuk men-dua. Tidak mungkin pula diambil setengah-nya. Satu ahadiyyul-ma’na.
Wujud  yang Sempurna tiada terkata. Bahkan Ia -lah kesempurnaan itu sendiri. Kesempurnaan dari segala seginya. Yang tak dapat dipilah – pilah ke dalam fractal -fractal penyifatan manusia yang senantiasa terkurung oleh keterbatasannya yang esensial.  Kesempurnaan yang jika kita mengerti dari segi – seginya yang terpisah, akan meruntuhkan makna sejatinya.
Wujud  yang Luas tiada terbatas oleh apa-pun. Karena jika pun ada pembatasnya- pembatasnya tidak lain adalah ketiadaan mutlak yang bahkan tidak akan pernah bisa dibayangkan oleh akal manusia. Luas dalam semua aspeknya. Mutlak dalam seluruh segi-nya.
Bagaimana mungkin Wujud  yang Tunggal, Sempurna dan Luas Tiada Berbatas ini menampakkan dirinya dalam mahiyyah – mahiyyah yang tersebar dalam alam kejamakan, tidak sempurna dan terbatas,  tak terhingga banyaknya tersebar dalam milyunan ruang, milyunan waktu dan milyunan alam ini ?
Rantai kausalitas (perihal sebab akibat) yang mungkin adalah sebagai berikut. Wujud tunggal akan mengakibatkan sesuatu yang tunggal pula. Sesuatu yang tidak terbagi pula. Hanya sesuatu ini telah kehilangan sifat Sempurna dan Mutlak – nya. Karena minimal ia membutuhkan Sebab untuk meng – ada.
Kemudian  dari Wujud  dan sesuatu itu, terdapat tiga sesuatu yang mungkin menjadi sebab; (sesuatu itu sendiri), (Wujud, sesuatu tersebut) dan (sesuatu tersebut, Wujud) sehingga mungkin dihasilkan sebagai akibat tiga sesuatu yang lain. Tentu dua sesuatu yang terakhir sudah kehilangan sifat tunggal dan tiada terbaginya, maupun kesempurnaan dan kemutlakannya. Dua sesuatu ini telah memiliki sifat tidak sempurna maupun tidak mutlak (karena minimal memerSlukan sebab untuk mengada), tersusun (karena sebabnya tersusun) dan relatif (karena sebabnya tersusun atas relasi antara dua sesuatu yang lain).
Kemudian dari lima sesuatu ini dapat diturunkan lagi dengan memperhatikan seluruh relasi sebab yang mungkin, dan seterusnya. Sehingga akhirnya, dari Wujud  yang Tunggal muncullah alam yang jamak ini.
Pandangan “kosmologi” seperti yang diuraikan di atas disebut sebagai teori emanasi. Tapi perlu dicatat, versi teori yang dituliskan ini tidak sama persis dengan teori emanasi menurut penemu aslinya, Ibnu Sina. Sengaja pula tidak diberikan “nama-nama” dari sesuatu – sesuatu tersebut, karena penamaannya sebenarnya tidaklah esensial dan bahkan dikhawatirkan membingungkan orang yang pertama kali mencoba memahaminya.
Beberapa sifat penting dari emanasi Wujud  diberikan sebagai berikut :
 A.Emanasi Wujud  tidak tergantung waktu maupun ruang, bahkan ruang dan waktu-lah yang tergantung padanya. Jadi tidak dapat ditanyakan kapankah (atau dimanakah) emanasi terjadi? Atau bahkan dapat dikatakan pula setiap saat di setiap ruang apa pun atau pun di setiap sesuatu yang tak dapat diperikan oleh ruang dan waktu apa pun terjadi emanasi Wujud.
B.Semua sesuatu selain Wujud  dalam emanasi tidak memiliki Wujud  sejati. Karena menurut ashalah al-wujud Yang Nyata Wujud-Nya hanyalah Wujud. Dan mahiyyah hanyalah memiliki eksistensi “imajiner”.
C.Sehingga semua selain Wujud  hanyalah ada di alam mental. Karena itu tidak salah kalau semua selain Wujud  disebut Akal.Sehingga sesuatu yang pertama muncul dari Wujud  disebut sebagai Akal Pertama atau Akal Universal. Karena seluruh akal lain meniscayakan eksistensinya sebagai dalam rantai kausalitasnya.
D.Atau terkadang Akal Pertama juga disebut sebagai Nur Muhammad. Karena nuur inilah yang memungkinkan Wujud  menyatakan dirinya dalam selainnya di alam akal, sehingga secara reciprocal dapat dinyatakan nuur inilah yang memberikan “eksistensi mental pertama” , “pemahaman pertama”, Wujud atas dirinya sendiri.  Nuur inilah yang memungkinkan Wujud  menyatakan dirinya dalam selainnya di alam akal, sehingga secara reciprocal dapat dinyatakan nuur inilah yang memberikan “eksistensi mental pertama” , “pemahaman pertama”, Wujud atas dirinya sendiri.  Nuur inilah Kegemilangan Mata Air Wujud  dalam “memuji / memahami” dirinya sendiri.
E.Sehingga tak salah jika dikatakan seluruh-nya “dicipta” dari Nur Muhammad. Sebagaimana dipercayai oleh sebagian orang, bahwa yang pertama kali dicipta adalah Nur Muhammad, dan semua selain itu diciptakan lewat eksistensi Nur Muhammad.
F.Jelas tahapan Nur Muhammad tak terbatas ruang dan waktu. Karena ruang maupun waktu terbagi sedang Nur Muhammad tak terbagi.
G.Dan eksistensinya sebagai sebab niscaya pada se-gala selain Wujud. Rantai emanasi manapun pasti melewatinya.
H.Sehingga benarlah jika kita katakan bahwa “dalam” segala “terdapat” Wujud  maupun Nur Muhammad.  Walau harus dipahami tidak ada persatuan material apa



KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas saya dapat menarik kesimpulan bahwa wujud yang satu (Allah) itu tidak akan mungkin tampak dalam mahiyyah-mahiyya di kehidupan ini dan segala sesuatu yang ada dialam semesta ini tercipta karena memiliki sebab akibat seperti bumi itu tecipta untuk di tinggali ciptaan Allah,dan nur Muhammad merupakan nur yang paling pertama diciptkan oleh-Nya.   






Sehingga semoga mencukupi jika kita akhiri makalah ini dengan, Innallooha wa malaa`ikatahu yusholluuna ‘alan – nabiy. Yaa ayyuhalladziina aamanuu sholluu ‘alaihi wasalimuu tasliimaa…..


Wassalamu alaikum Wr.Wb
                                                                                                                                               
Dosden:                                                                                     
Ahmad musaid                                                                      Pemateri:
Zulfikar muis & St.Zainab


Tidak ada komentar:

Posting Komentar